Pesawat AirAsia QZ8501 yang jatuh di perairan dekat Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, pada 28 Desember 2014, ternyata mengalami empat kali gangguan sebelum mengalami kecelakaan. Hal tersebut diketahui melalui investigasi Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT). Ketua Sub Komite Kecelakaan Pesawat Udara KNKT Kapten Nurcahyo mengatakan bahwa gangguan pertama muncul pada pukul 06.01 dalam ketinggian 32.000 kaki.
Gangguan terjadi pada sistem rudder travel limiter (RTL). Gangguan ini mengaktifkan electronic centralized aircraft monitoring (ECAM). Menurut Nurcahyo, pilot kemudian melakukan tindakan sesuai prosedur ECAM, dan penerbangan pesawat masih berlanjut secara normal. Selanjutnya, gangguan kedua muncul pada pukul 06.09 sehingga pilot melakukan tindakan sesuai prosedur yang sama.
Gangguan pada bagian yang sama terjadi kembali 4 menit setelah gangguan kedua. Saat itu, pilot kembali melakukan prosedur sesuai ECAM. Namun, 2 menit setelahnya, masalah pada bagian yang sama kembali timbul. Meski demikian, pada gangguan keempat tersebut, menurut Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono, pilot mengubah tindakan yang tidak sesuai prosedur ECAM. Masalah yang terjadi ternyata berbeda pada tiga gangguan sebelumnya.
Soerjanto mengatakan, gangguan keempat tersebut pernah terjadi sebelumnya pada 25 Desember 2014 di Bandara Juanda. Saat itu, circuit breaker (CB) pada flight augmentation computer (FAC) direset. "Bahwa yang dimaksud gangguan pada RTL itu sebetulnya tidak ada masalah. Namun, kapten ternyata pernah mengalami hal serupa pada 25 Desember 2014. Saat itu, dia melihat teknisi sudah melakukan reset waktu di Surabaya," kata Soerjanto.
Setelah gangguan keempat terjadi, auto-pilot dan auto-thrust tidak aktif, sistem kendali fly by wire pesawat berganti dari normal law ke alternate law. Pengendalian pesawat kemudian masuk dalam kondisi yang disebut sebagai upset condition dan stall.