Monis mengaku sebagai syekh atau ulama Muslim yang jadi pengungsi di Australia sejak 20 tahun silam. Tapi, publik Australia menjulukinya syekh gadungan setelah melakukan teror terhadap orang-orang tak bersalah di Kafe Lindt, Sydney.
Monis tewas setelah Polisi Federal Australia atau AFP menyerbu kafe setelah drama penyanderaan yang dia lakukan berlangsung 16 jam. Dua sandera ikut tewas dalam insiden itu, dan empat lainnya terluka. (Baca: Teror di Sydney Tamat setelah 16 Jam, 3 Tewas dan 4 Luka
)
Sepak terjang Monis yang meresahkan, sebenarnya sudah bukan rahasia lagi bagi publik Australia. Pada tahun 2010, ia pernah menghadapi tuduhan atas pengiriman surat yang menyinggung keluarga dua tentara Australia yang tewas di Afghanistan dan keluarga pejabat Australia, Craig Senger, yang meninggal pada 2009 akibat pemboman di Jakarta.
Tak hanya itu, dia juga tersandung kasus pembunuhan terhadap mantan istrinya dan kasus kekerasan. Mantan pengacara Monis, Manny Conditsis, menggambarkan si “syekh” itu sebagai individu yang rusak. Ideologi dan dan akal sehatnya, lanjut dia, juga bermasalah.
”Ini adalah satu dari individu secara acak yang rusak,” kata Conditsis, seperti dikutipSky News, Selasa (16/12/2014). ”Ini bukan aksi terorisme bersama. Ini adalah individu yang rusak, yang melakukan sesuatu secara keterlaluan.” (Baca juga: Pelaku Penyanderaan di Sydney Adalah Pengungsi asal Iran
)
Pada 2013 Monis dihukum atas pengiriman surat yang menyinggung keluarga tentara Australia yang tewas di Afghanistan dan pejabat Australia lain. Dalam suratnya, Monis menyamakan tentara Australia yang tewas di Afghanistan sebagai pembunuh yang menggali lubang neraka.
Dalam sebuah posting di situs pribadinya, Monis bersumpah untuk melawan penindasan dan terorisme yang dilakukan Amerika Serikat dan sekutunya, termasuk Inggris dan Australia. ”Jika kita tinggal diam terhadap penjahat, kita tidak bisa memiliki masyarakat yang damai,” bunyi tulisan Monis di situs itu.
Situsnya juga berisis foto grafis anak-anak yang tewas di Timur Tengah akibat serangan udara Amerika Serikat dan sekutunya. Dia juga menyinggung konflik sektarian, di mana dia membenci kaum Syiah yang dia sebut dengan istilah “Rafidi” dan memilih menjadi militan radikal kelompok Sunni.
”Saya dimanfaatkan untuk menjadi ‘Rafidi’, tapi sekarang tidak lagi. Sekarang saya seorang Muslim, Alhamdulillah,” kata Monis awal bulan ini.
(mas)